Pesawat Drone Indonesia.
Pesawat Nir-Awak atau Pesawat TerbangTanpa Awak atau disingkat PTTA, atau dalam bahas Inggris disebut UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau sering disebut juga sebagai Drone, adalah sebuah mesin terbang yang berfungsi dengan kendali jarak jauh oleh pilot atau mampu mengendalikan dirinya sendiri. Penggunaan terbesar dari pesawat tanpa awak ini adalah dibidang militer.
Secara teknis, Drone berbeda dengan Rudal walaupun mempunyai kesamaan, tapi tetap dianggap berbeda dengan pesawat tanpa awak, karena Rudal tidak bisa digunakan kembali dan rudal adalah senjata itu sendiri. Sedangkan Drone menggunakan hukum aerodinamika untuk mengangkat dirinya, bisa digunakan kembali dan mampu membawa muatan baik senjata maupun muatan lainnya.
Drone bukan hal asing bagi ilmuwan Indonesia. Lembaga riset di Indonesia seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) serta beberapa Universitas riset sudah membuat prototipenya, sudah laik terbang dan sudah pula digunakan.
Selain itu, di Bandung juga ada berderet industri swasta yang bergerak di bidang pengembangan UAV seperti Globalindo Technology Services Indonesia, Uavindo, Aviator, dan Robo Aero Indonesia. Juga ada perusahaan berbasis aeromodelling sebagai pemasok suku cadang UAV seperti Telenetina dan Bandung Modeler.
Ada beberapa Drone buatan putra bangsa yang selama ini tak banyak orang tahu. Seperti apakah drone buatan anak negeri? Apa saja kemampuannya?
Insinyur rekayasa di BPPT Ir. Adrian Zulkifli pernah mengatakan sejak Oktober 2012 lalu, bahwa biaya pembuatan satu pesawat prototipe ini kira-kira Rp 2 miliar. Mesin drone buatan BPPT masih diimpor dari Jerman dan kameranya didatangkan dari Taiwan.
Lima pesawat prototipe dari BPPT ini diuji cobakan di Bandara Halim Perdanakusuma pada Oktober 2012. Pesawat-pesawat drone BPPT ini dinamai PUNA alias Pesawat Udara Nir-Awak.
Pesawat-pesawat ini berfungsi antara lain sebagai pesawat pengintai, pemotretan udara pada area yang sangat luas, pengukuran karakteristik atmosfer, dan pemantauan kebocoran listrik pada kabel listrik tegangan tinggi. Pesawat-pesawat ini juga cocok digunakan untuk daerah perbatasan.
Selain itu, baru-baru ini, TNI AD bekerja sama dengan Universitas Surya yang dikomandani ilmuwan Johanes Surya juga memamerkan prototipe pesawat Drone untuk kebutuhan militer. LAPAN juga memiliki jumlah koleksi model pesawat tanpa awak ini sebanyak tiga unit. Jadi seliruhnya ada 8 buah jenis Drone yang telah dibuat Indonesia. Bahkan Lapan sanggup membuat drone yang per unit hanya Rp 40 juta.
Mari kita lihat model Pesawat Tanpa Awak UAV atau Drone buatan anak bangsa ini:
1. BPPT PUNA Sriti
Pesawat Tanpa Awak atau PUNA (Pesawat Udara Nir-Awak) bernama Sriti ini berwarna putih.
Spesifikasi Pesawat Tanpa Awak PUNA Sriti:
wingspan: 2.988 mm
MTOW (Maximum Take Off Weight): 8,5 kilogram
cruise speed: 30 knot
endurance: 1 jam
range: 5 nautical mile
altitude: 3.000 feet
catapult: 4.500 mm
catapult: bungee chords
Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA), PUNA Sriti besutan BPPT ini adalah wahana udara nir-awak jarak dekat dengan konfigurasi desain flying wing menggunakan catapult (pelontar) sebagai sarana lepas landas atau take off, dan jaring sebagai sarana mendarat atau landing.
Sriti untuk surveillance. Karena bisa take off dengan peluncuran dan landing di jaring maka bisa dipakai untuk melengkapi Angkatan Laut pada peralatan di KRI.
PTTA PUNA Sriti ini bisa melihat ke depan sejauh 60-75 km. Jadi bisa dikatakan sebagai mata KRI. Selain itu, PTTA PUNA Sriti dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengamanan lokal area seperti bandara. PTTA PUNA Sriti Bisa juga dipakai untuk tindakan SAR di gunung-gunung, karena lebih efektif.
2. PUNA Alap-alap
PUNA Alap-alap ini bermotif loreng tentara dengan warna hijau tua dan hijau muda.
Spesifikasi Pesawat Tanpa Awak PUNA Alap-alap:
wingspan: 3.510 mm
MTOW (Maximum Take Off Weight): 18 kilogram
cruise speed: 55 knot (101,86 km/jam)
endurance: 5 jam
range: 140 kilometer
altitude: 7.000 feet
payload: gymbal camera video.
PUNA Alap-alap adalah wahana udara nir-awak jarak menengah dengan konfigurasi desain inverted V-tail dan double boom menggunakan landasan sebagai sarana take off. Alap-alap didesain long race. Hanya untuk kebutuhan surveillance saja.
3. PUNA Gagak
PUNA Gagak ini bermotif loreng dengan warna oranye dan putih.
Spesifikasi Pesawat Tanpa Awak Puna Gagak:
wingspan: 6.916 mm
MTOW (maximum take off weight): 120 kilogram
cruise speed: 52 – 69 knot (96,3 – 127,8 km/jam)
endurance: 4 jam
range: 73 km
altitude: 8.000 feet
payload: gymbal camera video.
PUNA Gagak adalah wahana udara nir-awak jarak jauh dengan konfigurasi desain V-tail, low wing dan low boom, menggunakan landasan sebagai sarana take off dan landing.
Puna Gagak sama dengan PUNA Pelatuk (lihat dibawah) tetapi berbeda misi. PUNA Gagak dapat terbang untuk misi rendah-naik-rendah lagi dan bisa digunakan untuk Angkatan Laut.
4. PUNA Pelatuk
Pesawat Tanpa Awak PUNA Pelatuk ini bermotif loreng dengan warna putih, abu-abu dan krem.
Spesifikasi Pesawat Tanpa Awak PUNA Pelatuk:
wingspan 6.916 mm
MTOW (Maximum Take Off Weight) 120 kilogram
cruise speed 52 – 69 knot (96,3 – 127,8 km/jam)
endurance 4 jam
range 73 km
altitude 8.000 feet
payload=gymbal camera video.
PUNA Pelatuk adalah wahana udara nir-awak jarak jauh dengan konfigurasi desain V-tail inverted high wing dan high boom, menggunakan landasan sebagai take off dan landing. Kemampuan terbang PUNA Pelatuk dapat bermanuver low-high-low, menukik ke bawah, kemudian naik lagi.
5. PUNA Wulung
PUNA Wulung ini bermotif loreng hijau tosca dan abu-abu.
Spesifikasi Pesawat Tanpa Awak PUNA Wulung:
wingspan: 6.360 mm
MTOW (maximum take off weight): 120 kg
cruise speed: 60 knot (111.12 km/jam)
endurance: 4 jam
range: 120 KM
length: 4.320 mm
heigh:t 1.320 mm
PUNA Wulung ini bisa dibilang kelas menengah atau medium. Dapat terbang dengan durasi mencapai waktu 4 jam dengan muatan yang cukup lumayan, hingga bisa dipakai untuk membuat hujan buatan maupun penyebaran benih,” tutur Dahsyat. PUNA Wulung ini, misi terbangnya high-high-high. Maka ke depannya akan dapat dieksplorasi lagi untuk kebutuhan dan kepentingan lain.
6. GTSI PUNA Kujang
PUNA Kujang dibuat oleh PT Globalindo Technology Services Indonesia (GTSI) yang didirikan oleh Endri Rachman, mantan karyawan PT DI yang hijrah ke Malaysia dan menjadi dosen di Universiti Sains Malaysia. Beliau dan bersama sesama mantan karyawan PT DI mendirikan perusahaan PT GTSI.
7. Uavindo UAV Survaillance SS-5 (SkySpy-5)
UAV SS-5 (SkySpy-5) adalah produk pertama yang dibuat oleh PT Uavindo pada tahun 2003 yang kemudian menjadi UAV lokal pertama yang dioperasikan oleh militer, lengkap dengan Ground Control Station yang ditempatkan pada sebuah truk Perkasa keluaran Texmaco. Sedangkan perusahaan ini sudah mengembangkan UAV sejak 1994 di mana dimulai dengan berkumpulnya para insinyur lulusan Teknik Penerbangan ITB dengan dimotori Dr Djoko Sardjadi.
SS-5 (SkySpy-5) mampu terbang selama 2-3 jam dengan jarak sampai 25 km untuk fungsi survaillance melalui kamera yang dibawanya. Saya tidak tahu apakah TNI masih menggunakan produknya (selanjutnya ada pengembangan ke SS-20), tapi ironisnya Malaysia memesan UAV SM-75 dari perusahaan ini.
8. Aviator UAV SmartEagle II
UAV SmartEagle II dibuat oleh PT Aviator Teknologi Indonesia, yang dibentuk oleh beberapa mantan karyawan PT Uavindo. Produk unggulannya adalah SmartEagle II, yang mampu terbang selama 6 jam dengan jarak maksimum 300 km.
Produk ini bisa diadu dengan Searcher Mk II dari Israel, hanya sayangnya berat muatan maksimum hanya sampai 20 kg, bandingkan dengan beban 100 kg yang mampu dibawa oleh Searcher Mk II. Sekarang PT Aviator menggandeng Irkuts dari Rusia untuk memasarkan produknya secara bersama-sama.
9. ITB HexaRotor
Hexa berarti enam, dan rotor berarti motor, menjadikan nama PTTA HexaRotor yang berarti ‘Enam Motor’ dengan propeller atau baling-baling yang terbuat dari bahan carbon fiber ini dapat take-off atau lepas landas secara vertikal, mirip helikpter.
Pada masa kini PTTA jenis ini kadang disebut sebagai CamDrone (Camera Drone) yang banyak digunakan untuk pemantauan dengan kamera karena dapat terbang stabil bahkan diam, mirip helikopter. Pesawat buatan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini terdiri dari tiga tipe.
• HexaRotor Tipe Kecil, berbentuk persegi dengan ukuran 15 cm x 15 cm, dilengkapi dengan 4 baling-baling kecil.
• HexaRotor Tipe Sedang, berbentuk persegi dengan ukuran 60 cm x 60 cm dan dilengkapi dengan 6 baling-baling kecil.
• HexaRotor Tipe Besar, berbentuk persegi dengan ukuran 1 m x 1 m serta dilengkapi 8 baling-baling kecil.
Tiap tipe HexaRotor diatas, semuanya tetap dapat dilengkapi kamera. Alat yang diproduksi oleh ITB sejak tahun 2010 lalu ini biasanya digunakan sebagai surveyor, istilah untuk pemantauan dan pengamatan. Tak sekedar hanya untuk mengintai, penggunaannya pun lebih luas, misalnya saja dapat digunakan perusahaan real estate jika ingin memantau dari atas.
Untuk sementara PTTA HexaRotor masih diterbangkan dengan menggunakan remote control. Namun suatu saat dapat dikembangkan dengan mengontrolnya lewat Ground Control Station.
Pesawat ini baru mampu terbang maksimal setinggi 170 m, dengan waktu terbang maksimal 20 menit. HexaRotor juga bisa digunakan untuk memantau kemacetan dan kebanjiran di kota. Suatu saat HexaRotor dapat dikendalikan via satelit.
Dibanyak negara maju, drone jenis ini jauh lebih classified dibanding drone biasa karena kemampuannya dapat “terbang melayang lalu diam”. Inilah yang menyebabkan banyak orang mengira bahwa mereka telah melihat UFO.
10. UAV Autopilot SuperDrone
TNI AD menggaet Universitas Surya yang didirikan Prof .Yohanes Surya untuk membuat alat-alat pertahanan, termasuk pesawat nir-awak alias Drone yang diberi nama UAV Autopilot SuperDrone.
Bahan pesawat ini dari fiber, besarnya 6×4 meter. Jam terbangnya 6-8 jam. Diberi tangki cadangan namun bisa digunakan juga untuk benda lain. Dapat terbang malam dan dilengkapi Thermal Camera (kamera pemantau panas). SuperDrone ini menggunakan teknologi Autonomous Return To Base.
Untuk saat ini pesawat nir-awak ini lepas landas dan pendaratannya masih manual namun setelah itu bisa autopilot. Masih dikembangkan agar take of dan landing-nya juga bisa autopilot. Pengerjaan baru mulai November 2014 dengan tim (yang terdiri) 15 orang. Untuk sementara, PTTA ini untuk pesawat latihan.
Kedepannya, teknologi Pesawat Tanpa Awak UAV Autopilot SuperDrone ini akan dikombinasikan dengan teknologi Open Base Transceiver System (BTS) yang penggunaannya dapat untuk memantau perbatasan. Selain itu, segera akan digunakan combine open BTS dgn UAV untuk pengamanan perbatasan.
11. UAV Lapan Surveillance Unmanned (LSU)
Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) sudah sejak beberapa tahu lalu serius menggarap dan mengembangkan pesawat tanpa awak. Lembaga itu sudah membuat PTTA Lapan Surveillance Unmanned (LSU) Aerial Vehicle.
Ada beberapa jenis LSU yang telah dbuat LAPAN:
• Lapan Surveillance UAV-01X (X-periment)
• Lapan Surveillance LSU 02
• Lapan Surveillance LSU 03
Setelah memproduksi pesawat tanpa awak jenis Lapan Surveillance UAV-01X dan Lapan Surveillance LSU 02, Lapan juga mempunyai Lapan Surveillance LSU 03. Ukuran pesawat tanpa awak yang terakhir itu lebih besar dari seri sebelumnya yaitu LSU 02.
LSU 03 bentangannya 5 meter itu hanya bentang sayap, sedangkan badannya 4 meter. Daya jelajah 400 km dengan ketinggian antara 3.000-4.000 meter. Secara total, jumlah koleksi pesawat tanpa awak milik Lapan berjumlah 3 unit.
12. UAV Tamingsari
UAV ini dibuat oleh Endri Rachman
Spesifikasi Pesawat Tanpa Awak UAV Tamingsari:
Cruise Speed : 100 km/h
Cruise Altitude: 1000 m
Endurance: 2 – 3 Hours
Take off weight : 20 kg, payload (camera): 5 kg
Stall Speed : 40 km/h.
13. GTSI PUNA Keris
UAV Keris dibuat oleh PT Globalindo Technology Services Indonesia (GTSI).
Sama seperti negara asing lainnya, PUNA bisa difungsikan sebagai alat penjaga perbatasan wilayah, apalagi Indonesia dengan luas wilayah yang besar diselingi beberapa kepulauan. Selama ini Indonesia selalu dipusingkan dengan batas wilayah dan sering berseteru dengan Malaysia.
Fungsi drone sebagai alat pertahanan akan lebih tepat digunakan untuk operasi militer, terutama serangan darat. Secara umum, fungsi drone adalah untuk menyerang, bukan untuk menangkap para pelanggar hukum. Drone akan lebih efektif untuk memantau perbatasan daratan.
No comments :
Post a Comment