Sungguh luar biasa lagi suku batak mengapresiasikan program dan rencana yang sudah Presiden Jokowi terangkan kepada seluruh rakyat Indonesia dalam meningkatkan kemajuan Indonesia dibidang Pariwisata dan terlebih lagi untuk melestarikan pohon ataupun tumbuh-tumbuhan di Tano Batak.
Perjalanan Presiden Jokowi kali ini dimulai dari Tano Batak Simalungun, menginap semalam dan memandangi indah dan sejuknya Tano Simalungun dengan penyambutan yang sederhana dan dikenang baik untuk Presiden RI. Selanjutnya ke Tano Batak Toba dengan rute menuju kepulau Samosir, tuktuk, Sibolga, Kebun Raya Samosir menanam sejuta pohon dan berkunjung kesekitarnya. Penyambutan Presiden Jokowi dan ibu negara diterima Bangso(warga) Batak dengan bercengkrama, memberikan busana adat Batak yang seperti kita ketahui.
Presiden Jokowi dan Mantan Presiden RI Soeharto berbusana Batak. ©2016 merdeka.com/istimewa//batakmulana.com |
Presiden Jokowi bukan satu-satunya Presiden yang mengenakan busana Batak. Presiden Soeharto dan Ibu Tien juga pernah mengenakan pakaian adat Batak. Tentu saat itu tak ada yang berani berkomentar negatif seperti itu pada Pak Harto.
Soeharto mengenakan Ulos Ragi Idub dan topi Sortali. Dia juga memegang tongkat kebesaran Suku Batak. Sementara Ibu Tien mengenakan ulos di luar kain kebaya yang biasa dikenakannya.
Presiden Soeharto menghadiri acara peringatan Jubileum 125 tahun Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang berlangsung di Sipoholon, Tarutung, Sumatera Utara tanggal 19 Oktober 1986.
Sementara warga berduyun-duyun untuk bersalaman dan melihat langsung Pak Harto dan Ibu Tien yang datang dengan helikopter.
Mantan Presiden RI Soeharto berbusana Batak. ©2016 merdeka.com/istimewa/batakmulana.com |
Dalam sambutannya, Presiden Soeharto menuturkan ada negara-negara di dunia yang tak henti bergolak karena fanatisme agama. Di sisi lain, ada negara yang melarang dengan ketat warga yang mau beribadah karena menganggap agama sebagai penghambat kemajuan.
"Kita bersyukur, karena dalam negara Pancasila ini kedua malapetaka itu tidak kita alami," kata Presiden Soeharto.
"Di negeri kita, tanggungjawab keagamaan dan tanggungjawab kemasyarakatan dari semua pemeluk agama tidaklah terpisah, apalagi dipertentangkan. Kedua tugas itu ditunaikan sebaik-baiknya dan dengan rasa tanggungjawab yang sebesar-besarnya dalam rangka cita-cita bersama membangun masyarakat Pancasila di negeri yang berdasarkan Pancasila ini," pesan Presiden Soeharto.[ian/merdeka.com/batakmulana.com].
sumber | pakaide
No comments :
Post a Comment